STUDI EMPIRIS
NAMA : LA ODE AWAL RAMADHAN
NPM : 17630067
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kabupaten Badung merupakan kabupaten di provinsi Bali yang menjadi pusat kegiatan, baik kegiatan sosial budaya, kegiatan pemerintahan, kegiatan perdagangan dan perekonomian, kegiatan pendidikan dan lain-lain. Selain itu Kabupaten Badung juga sebagai pusat pariwisata dimana Kabupaten Badung memiliki daya tarik wisata yang lengkap mulai dari seni dan budaya, keindahan alam dengan pantai berpasir putih seperti yang terdapat pada pantai Kuta. Lengkapnya fasilitas yang terdapat di area Kuta juga merupakan salah satu daya tarik wisatawan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Kabupaten Badung memiliki jumlah penduduk sebesar 656.900 jiwa, dengan luas wilayah 418,52 km2 yang meliputi 6 kecamatan yaitu, Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk di Kabupaten Badung akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk dan meningkatnya kedatangan wisatawan yang semakin banyak juga meningkatkan kebutuhan akan transportasi serta menimbulkan masalah kompleks pada lalu lintas di Kabupaten Badung. Permasalahan lalu lintas yang sekarang dihadapi oleh Kabupaten Badung adalah masalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan yang terus meningkat pada Jalan Raya Tuban di Kabupaten Badung diakibatkan oleh bertambahnya wisatawan yang mengakses jalan tersebut, terbatasnya lahan untuk perlebaran jalan, dan belum optimalnya pengoperasian fasilitas lalu lintas yang ada. Berbagai upaya telah diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Badung, guna memperlancar arus lalu lintas di Kabupaten Badung, namun upaya tersebut belum mampu mengatasi permasalahan lalu lintas, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat agar permasalahan lalu lintas kedepannya semakin berkurang. Untuk bisa mendapatkan data–data yang digunakan dalam perencanaan suatu ruas jalan tersebut perlu dilaksanakannya sebuah survei lalu lintas seperti survei volume lalu lintas dan survei kecepatan. Sebelum melaksanakan survei lalu lintas perlu adanya pemahaman terhadap teknik survei lalu lintas, dimana metode
metode atau teknik survei yang digunakan pada survei lalu lintas akan mengacu pada data yang dihasilkan dan data yang dihasilkan haruslah data yang cukup akurat, guna data- data tersebut dapat digunakan pada suatu perencanaan ruas jalan yang mampu mengurangi permasalahan lalu lintas nantinya. Adapun tujuan dilakukannya survei tersebut adalah untuk mengetahui tingkat kepadatan lalu lintas pada Jalan Raya Tuban berdasarkan volume lalu lintas yang mencakup jenis kendaraan dan arah gerakan kendaraan, dengan melakukan pengamatan dan pencacahan langsung dalam periode waktu yang telah ditentukan dan untuk mengetahui tingkat kepadatan lalu lintas pada ruas jalan berdasarkan volume lalu lintas, arah arus lalu lintas, jenis kendaraan dalam satu satuan waktu tertentu yang dilakukan dengan pengamatan dan pencacahan langsung di lapangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapakah faktor jam puncak (Peak Hour Factor) pada Jalan Raya Tuban?
2. Kapankah terjadinya jam puncak pada lokasi studi?
3. Berapakah kapasitas praktis pada lokasi studi?
4. Berapakah kapasitas sisa pada lokasi studi?
5. Berapakah kapasitas sisa teoritis pada lokasi studi?
6. Bagaimana komposisi lalu lintas pada lokasi studi?
7. Berapakah kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) pada lokasi studi?
8. Berapakah kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) pada lokasi studi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan studi yang ingin dicapai:
1. Menganalisis faktor jam puncak (Peak Hour Factor) pada Jalan Raya Tuban.
2. Menganalisis kapan terjadinya jam puncak pada lokasi studi.
3. Menganalisis kapasitas praktis pada lokasi studi.
4. Menganalisis kapasitas sisa pada lokasi studi.
5. Menganalisis kapasitas teoritis pada lokasi studi.
6. Menganalisis komposisi lalu lintas pada lokasi studi.
7. Menganalisis kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) pada lokasi studi.
8. Menganalisis kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) pada lokasi studi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peak Hour Factor
Peak Hour atau jam puncak merupakan jam pada saat arus lalu lintas di dalam jaringan jalan berada pada kondisi maksimum. PHV menunjukan variasi arus tiap jamnya. Faktor jam puncak memiliki nilai maksimum sebesar 1 (100%) yang menandakan kapasitas maksimum yang terisi penuh. Misalkan nilai PHF sebesar 0,8 (80%) yang menyatakan bahwa masih ada kapasitas sisa sebesar 0,2 (20%). Makin besar nilai PHF maka akan mendekati kapasitas maksimum. PHF dihitung dari rasio antara volume jan-an maksimum dengan volume equivalent jam-an maksimum. Volume suatu ruas jalan didapat dari jumlah kendaraan yang lewat dibagi dengan rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan nilai volume suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak tipe kendaraan maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Konversi kendaraan ke dalam satuan smp diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis kendaraan. Sedangkan volume jam-an maksimun sendiri merupakan jumlah kendaraan terbanyak dalam rentang waktu satu jam dari keseluruhan waktu survei.
2.2 Waktu Terjadinya Jam Puncak
Pada suatu ruas terdapat hubungan antara volume dan waktu. Volume lalu lintas pada suatu ruas jalan dipengaruhi oleh aktivitas pengguna jalan. Aktivitas tersebut antara lain seperti saat jam berangkat kerja, istirahat makan siang dan pulang kerja. Sehingga pada waktu-waktu tersebut volume lalu lintas mencapai puncaknya. Saat lalu lintas pada suatu ruas jalan tampak padat bahkan sering terjadi kemacetan dapat menjadi pertanda waktu terjadinya jam puncak. Adanya berbagai jenis aktivitas masyarakat pada suatu tempat dan terjadi pada waktu yang bersamaan. Sehingga hal ini menyebabkan peningkatan volume
lalu lintas. Berdasarkan pembahasan di atas, waktu jam puncak dapat didefinisikan sebagai waktu dimana volume lalu lintas mencapai jumlah tertingginya. Waktu jam puncak ini diperoleh dalam rentang waktu satu jam dari keseluruhan waktu survei pada suatu ruas jalan yang ditinjau. Waktu jam puncak dapat digunakan sebagai dasar untuk design jalan raya. 2.3 Kapasitas Praktis Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu. Kapasitas jalan dinyatakan dalam satuan kend/jam atau smp/jam. Kapasitas jalan dalam satuan kend/jam merupakan jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam. Sedangkan apabila kapasitas jalan menggunakan satuan smp/jam maka kapasitas diperoleh dengan mempertimbangkan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan. Dalam perhitungan kapasitas dengan satuan smp/jam diperlukan faktor konversi dari satuan kend/jam menjadi smp/jam yaitu ekivalen mobil penumpang (emp). Kapasitas praktis adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati satu penampang pada suatu jalan selama 1 jam. Dengan melakukan studi volume pada suatu ruas jalan maka akan diperoleh kapasitas praktis. Kapasitas praktis terjadi dalam keadaan yang sedang berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalu lintas yang mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan pada kelancaran lalu lintas. Arus lalu lintas pada kapasitas praktis masih memberikan kecepatan yang dapat diterima atau arus lalu lintas maksimum dengan batas kenyamanan tertentu. Pada saat arus rendah, kecepatan lalu lintas kendaraan bebas tidak ada gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak kendaraan yang melewati ruas jalan, kecepatan akan semakin turun sampai suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, disinilah kapasitas terjadi. Setelah itu kondisi arus akan berkurang terus sampai suatu saat kondisi macet total dimana arus tidak bergerak dan terjadi kepadatan tinggi.
2.4 Kapasitas Sisa Volume
kendaraan yang sangat tinggi hingga mencapai kapasitas maksimum akan menyebabkan terjadinya tundaan atau kemacetan. Pada saat volume lalu lintas mencapai puncaknnya, ruas jalan masih mempunyai kemampuan untuk menampung volume kendaraan. Volume kendaraan yang dapa ditampung tentu dalam jumlah yang sangat terbatas hingga batas maksimum. Pada perhitungan kapasitas sisa suatu ruas jalan, terlebih dahulu haruslah diketahui besarnya PHF ruas jalan tersebut. Dimana PHF dihitung dari rasio antara volume jam-an maksimum dengan volume equivalent jam-an maksimum. Kapasitas sisa adalah kapasitas yang masih tersisa saat volume lalu lintas mencapai puncaknya. Besarnya nilai kapasitas sisa diperoleh dari nilai kapasitas maksimum dikurangi besarnya PHF.Kapasitas sisa dinyatakan dalam satuan %. Maka dari itu, besar nilai kapasitas sisa adalah 100% dikurangi PHF. Semakin besar nilai PHF maka kapasitas sisa ruas jalan semakin kecil. Dapat dihitung dengan rumus : Kapasitas sisa = 100% - Peak Hour Factor .........................................(2.2) 2.5 Kapasitas Teoritis Kapasitas Teoritis dapat diperoleh dengan tanpa melakukan studi volume pada ruas jalan. Dalam perhitungan kapasitas teoritis, nilai kapasitas diperoleh dari data-data ruas jalan sebelumnya. Data-data tersebut meliputi data lebar lajur ruas jalan yang ditinjau, data Tipologi jalan, data Hambatan samping dan data Jumlah penduduk. Data -data tersebut akan menjadi faktor koreksi dari kapasitas dasar yang mana kapasitas dasar ini ditentukan berdasarkan tipe jalan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu ataupun kedua arah) dalam periode waktu tertentu. Secara teoritis, perhitungan kapasitas didapat dengan mengalikan kapasitas dasar dengan faktor-faktor yang ada. Faktor-faktor yang digunakan yaitu faktor penyesuaian lebar lajur, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian
2.4 Kapasitas Sisa Volume
kendaraan yang sangat tinggi hingga mencapai kapasitas maksimum akan menyebabkan terjadinya tundaan atau kemacetan. Pada saat volume lalu lintas mencapai puncaknnya, ruas jalan masih mempunyai kemampuan untuk menampung volume kendaraan. Volume kendaraan yang dapa ditampung tentu dalam jumlah yang sangat terbatas hingga batas maksimum. Pada perhitungan kapasitas sisa suatu ruas jalan, terlebih dahulu haruslah diketahui besarnya PHF ruas jalan tersebut. Dimana PHF dihitung dari rasio antara volume jam-an maksimum dengan volume equivalent jam-an maksimum. Kapasitas sisa adalah kapasitas yang masih tersisa saat volume lalu lintas mencapai puncaknya. Besarnya nilai kapasitas sisa diperoleh dari nilai kapasitas maksimum dikurangi besarnya PHF.Kapasitas sisa dinyatakan dalam satuan %. Maka dari itu, besar nilai kapasitas sisa adalah 100% dikurangi PHF. Semakin besar nilai PHF maka kapasitas sisa ruas jalan semakin kecil. Dapat dihitung dengan rumus : Kapasitas sisa = 100% - Peak Hour Factor .........................................(2.2) 2.5 Kapasitas Teoritis Kapasitas Teoritis dapat diperoleh dengan tanpa melakukan studi volume pada ruas jalan. Dalam perhitungan kapasitas teoritis, nilai kapasitas diperoleh dari data-data ruas jalan sebelumnya. Data-data tersebut meliputi data lebar lajur ruas jalan yang ditinjau, data Tipologi jalan, data Hambatan samping dan data Jumlah penduduk. Data -data tersebut akan menjadi faktor koreksi dari kapasitas dasar yang mana kapasitas dasar ini ditentukan berdasarkan tipe jalan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu ataupun kedua arah) dalam periode waktu tertentu. Secara teoritis, perhitungan kapasitas didapat dengan mengalikan kapasitas dasar dengan faktor-faktor yang ada. Faktor-faktor yang digunakan yaitu faktor penyesuaian lebar lajur, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian
hambatan samping dan faktor penyesuaian ukuran kota. Dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi dalam kapasitas jalan. Sehingga tidak diperlukan perhitungan manual maupun survei lokasi. Berdasarkan Dep.PU, 1997, kapasitas dapat dihitung dengan persamaan berikut: C = Co × FCw × FCsp × FCsf × FCcs ................................................ (2.3) Keterangan : C = Kapasitas (smp/jam)
2.6 Komposisi Arus Lalu Lintas
Dalam lalu lintas terdapat komposisi arus lalu lintas. Dalam manual, nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas. Nilai arus lalu lintas dinyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekuivalen mobil penumpang (emp). Satuan mobil penumpang yang diturunkan secara empiris tipe kendaraan berikut (Dep.PU, 1997). Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan dalam kota berdasarkan MKJI 1997 adalah sebagai berikut: a. Kendaraan ringan / Light Vehicle (LV). Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 m – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, opelet, mikro bis, angkot, pickup, dan truk kecil). b. Kendaraan berat / Heavy Vehicle (HV). Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat bahkan lebih dari enam, (seperti contoh : bis, truk dua as, truk tiga as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga.) c. Sepeda motor / Motor Cycle (MC) 11 Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). d. Kendaraan tak bermotor / Unmotorised (UM) Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). Ekivalensi mobil penumpang (emp) adalah unit untuk mengkonversi satuan arus lalu lintas dari kendaraan menjadi smp. Emp untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Selain itu emp dalam perhitungan kapasitas jalan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik jalan, tipe jalan, lebar jalan, dan jumlah arus lalu lintas. Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Nilai emp untuk Indonesia telah diatur dalam MKJI.
2.7 Time Mean Speed (TMS) Time Mean Speed adalah kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang melintasi suatu titik di jalan selama periode waktu tertentu. 12 Time Mean Speed dapat dihitung dengan rumus :
2.9 Hambatan Samping
Side Friction atau hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas yang berasal dari aktivitas samping segmen jalan. Hambatan samping yang umumnya sangat mempengaruhi kapasitas jalan adalah pejalan kaki, kendaraan parkir dan henti, kendaraan tidak bermotor, serta kendaraan masuk dan keluar dari fungsi tata guna lahan di samping jalan. Faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebab terganggunya arus lalu lintas. Apabila hambatan samping lebih besar dibandingkan dengan kapasitas jalan, jalan tersebut akan menjadi terganggu.
Sehingga diperlukan perhitungan hambatan samping untuk mengukur seberapa besar hambatan samping pada jalan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dibagi menjadi empat bagian. Jenis aktivitas samping jalan seperti, pejalan kaki, kendaraan umum/kendaraan lain berhenti, kendaraan masuk/keluar sisi jalan, dan kendaraan lambat. Frekuensi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan. Tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari kondisi sangat rendah hingga sangat tinggi. Kondisi ini sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang ruas jalan yang diamati.
Survei Volume
Survei volume bertujuan untuk menentukan padatnya arus lalu lintas maksimum yang melewati ruas Jalan Raya Tuban, Desa Tuban, Kec. Kuta, Kab. Badung. Dimulai dari pukul 15.00 WITA hingga pukul 18.00 WITA, pada tanggal 6 April 2018. Dalam melaksanakan survei volume, jenis kendaraan yang disurvei adalah sebagai berikut. 1. SM : Sepeda Motor
2. KR : Kendaraan ringan meliputi kendaraan bermotor roda empat pribadi (Jeep, Sedan dan lain-lain)
3. KB : Kendaraan berat meliputi kendaraan bermotor angkutan umum (Bis kecil, bis sedang, bis besar, truk besar dan lain-lain)
4. UM : Kendaraan tak bermotor Gambar 3. 2 Ilustrasi Penempatan Surveyor Survei Volume Lokasi penelitian berlokasi di Jalan Raya Tuban. Surveyor ditempatkan pada 2 titik, dimana setiap titik dibutuhkan 1 surveyor. S1 bertugas menghitung volume lalu lintas dari arah Selatan-Utara, sedangkan S2 bertugas menghitung volume lalu lintas dari arah Utara-Selatan. Survei volume ini dilakukan selama 3 jam yaitu dari pukul 15:00 sampai pukul 18:00 karena secara visual dapat diketahui pada hari kerja volume kendaraan yang melewati ruas jalan ini lebih padat, sehingga dapat diketahui volume pada jam-jam puncak. Surveyor akan menghitung volume lalu lintas yang melewati titik pengamatan kemudian mengisi formulir yang telah tersedia.
Survei Kecepatan
Dilakukan dengan cara Spot Speed yaitu Survei kecepatan setempat merupakan survei yang sederhana dan sangat praktis. Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode 2 orang pengamat. Survey kecepatan berfungsi sebagai indicator dalam pengukuran kecapatan lalu lintas yang dapat menentukan patokan utama kinerja lalu lintas, analisis potensi kecelakaan. Tujuan dari survei spot speed adalah untuk mendapatkan data hasil kecepatan Time Mean Speed (TMS). Dari hasil data kecepatan tersebut, kemudian dianalisis dengan linear model untuk mendapatkan estimasi waktu perjalanan. Survei spot speed dilakukan dengan menggunakan cara manual. Untuk survei spot speed dengan cara manual, yang pertama dilakukan adalah memberi tanda untuk titik pengamatan sepanjang 50 m dengan lakban. Kemudian menempatkan 1 orang surveyor pada masing-masing ujung dari titik pengamatan. S1 memberi tanda pada S2 saat ban depan kendaraan yang diamati sudah menyentuh garis start titik pengamatan lalu mulai menyetel stopwatch. Kemudian S2 yang berada pada ujung lain titik pengamatan memberi tanda pada S1 bahwa ban belakang kendaraan tersebut sudah menyentuh garis finish lalu S1 menghentikan stopwatch dan mencatat waktunya.
Survei Geometrik Jalan
Pengambilan data geometrik jalan dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan meliputi tipe jalan, jumlah lajur, dan lebar tiap lajur, lebar dan kondisi bahu jalan. Survei geometrik dilakukan untuk mengetahui ukuran-ukuran penampang melintang jalan, panjang ruas jalan, median jalan, bahu jalan, serta berbagai fasilitas pelengkap yang ada di Jalan Raya Tuban sehingga bisa didapatkan kapasitas dari jalan yang diteliti. Metode yang digunakan dalam survei geometrik jalan adalah metode manual, yaitu dengan mengukur masing-masing parameter yang akan diukur dan mencatat pada formulir survei. Peralatan yang diperlukan pada saat survei yaitu formulir survei geometrik jalan, alat tulis, papan alas, pita ukur, meteran, dan alat bantu lainnya. Survei ini dilakukan pada keadaan sangat sepi sehingga tidak mengganggu lalu – lintas dan menjamin keamanan surveior dari kecelakaan. Pada saat melakukan pengukuran lebar jalan, lebar lajur dan bahu jalan. Surveyor 1 dan Surveyor 2 bertugas melakukan pengukuran dengan meteran. Kemudian, satu orang Surveyor 3 mengamati dan mengatur lalu lintas. Selanjutnya diukur juga kelengkapan jalan seperti trotoar. Semua hasil pengamatan dan pengukuran dicatat pada formulir survei geometrik jalan yang dapat dilihat pada Lampiran B.1. 3.3.4 Survei Hambatan Samping Pengumpulan data hambatan samping bertujuan untuk mengetahui banyaknya hambatan samping yang melintas pada ruas jalan. Data rinci yang diambil penentuan kelas hambatan samping sesuai dengan manual kapasitas jalan indonesia (Dep. PU, 1997) adalah :
• Jumlah pejalan kaki yang berjalan atau menyebrang tidak pada jalur pejalan kaki.
• Jumlah kendaraan berhenti dan parker
• Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar ke / dari lahan samping jalan dan sisi jalan.
• Arus kendaraan tak bermotor yaitu arus total (kend /jam) dari sepeda, becak, delman, dan sebagainya. Dalam survei hambatan samping dilakukan oleh 2 orang surveyor dengan cara mencatatan hambatan samping yang terjadi sesuai jenis masing-masing hambatan. Survei dilakukan dalam segmen 200 m dari ruas jalan yang disurvey dengan menggunakan Formulir Survei Hambatan Samping pada Formulir B.3. Segmen jalan yang diamati ditentukan 200 meter. Surveior yang dibutuhkan sebanyak 2 orang yang dilengkapi dengan jam tangan, formulir survei dan alat tulis. Pencatatan dilakukan dengan metode manual. Surveior 1 (S1) mencatat data hambatan samping sepanjang 100 meter. Surveior 2 (S2) mencatat data hambatan samping sepanjang 100 meter dari surveyor 1. Pencatatan dilakukan pada hari kerja selama satu jam. Hasil pengamatan dicatat pada formulir survei hambatan samping.
Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber lain, sumber ini didapat dari instansi swasta, instansi pemerintah antara lain dapat berupa laporan penelitian, laporan sensus, peta dan foto. Data sekunder terdiri dari jumlah penduduk yang didapat dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik. Gambar 3. 4 Ilustrasi Penempatan Surveyor Survei Hambatan Samping S1 S2 Jalan Raya Tuban 200m/jam 27 3.4.1 Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar